Mengapa Indonesia masih membutuhkan impor garam 1,1 juta ton di tahun 2024? sedangkan Indonesia memiliki garis pantai yang panjang dan potensi lahan garam yang besar, produksi garam nasional masih belum mencukupi kebutuhan dalam negeri. Apa penyebab rendahnya produksi garam nasional? Apa yang telah dilakukan pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan petambak garam dan mengurangi ketergantungan pada impor garam? Bagaimana prospek industri garam di masa depan? Berikut ini adalah ulasan singkat terkait kebutuhan impor garam 2024.
Produksi garam nasional dipengaruhi secara umum oleh dua buah faktor yakni faktor alamiah maupun non-alamiah, untuk faktor alamiah meliputi cuaca, iklim, kualitas air laut, dan kondisi tanah. Sedangkan untuk faktor non-alamiah yang dapat mempengaruhi hasil produksi garam Indonesia meliputi teknologi, infrastruktur, modal, pemasaran, regulasi, dan kebijakan pemerintah.
Salah satu faktor alamiah yang sering menjadi kendala adalah curah hujan yang tinggi, sebab dengan adanya curah hujan yang tinggi dapat mengurangi kadar garam dalam air laut dan mengganggu proses kristalisasi garam. Selain itu, curah hujan yang tinggi juga dapat menyebabkan banjir dan erosi tanah yang merusak lahan garam.
Salah satu faktor non-alamiah yang menjadi masalah adalah rendahnya teknologi yang digunakan oleh petambak garam. Sebagian besar petambak garam masih menggunakan metode tradisional yang bergantung pada sinar matahari dan angin untuk menguapkan air laut. Metode ini membutuhkan waktu yang lama dan menghasilkan garam dengan kualitas yang rendah. Kualitas garam yang rendah ini tidak sesuai dengan standar industri, sehingga tidak dapat dijual dengan harga yang tinggi.
Selain itu, petambak garam juga menghadapi kendala infrastruktur, modal, dan pemasaran. Infrastruktur seperti jalan, irigasi, dan listrik masih kurang memadai di daerah-daerah sentra produksi garam. Modal usaha juga terbatas karena sulitnya mendapatkan pinjaman dari perbankan atau lembaga keuangan lainnya. Pemasaran juga menjadi tantangan karena adanya persaingan dengan garam impor yang lebih murah dan mudah didapatkan.
Hal tersebut yang pula yang mendorong Sumatraco Langgeng Abadi untuk terus dapat berinovasi serta meningkatkan hasil produksinya sehingga dapat memenuhi permintaan garam lokal baik berupa garam konsumsi maupun garam industri yang sangat dibutuhkan sebagai salah satu bahan utama produksi industri lainnya.
Pemerintah telah melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan produksi garam nasional dan mengurangi impor garam. Salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2020 tentang Rencana Aksi Nasional Peningkatan Produksi Garam Rakyat. Perpres ini bertujuan untuk menyelaraskan program-program dari berbagai kementerian/lembaga terkait dengan pergaraman.
Salah satu program yang dijalankan dalam Perpres ini adalah pengembangan Sentra Ekonomi Garam Rakyat (SEGAR). SEGAR adalah konsep integrasi lahan, institusionalisasi petambak, dan industrialisasi garam rakyat. Dengan SEGAR, diharapkan dapat meningkatkan mutu garam lokal, pendapatan petambak, pendapatan negara, bisnis turunan, dan ekonomi lokal di sentra garam.
Selain itu, pemerintah juga berupaya untuk meningkatkan teknologi produksi garam dengan melibatkan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) PT Garam. PT Garam memiliki sistem atau metode penggaraman yang dapat menghasilkan garam dengan kualitas di atas 96 persen. Sistem ini menggunakan teknologi modern seperti geomembrane liner, pompa air laut, sprinkler system, dan mesin pengering.
Pemerintah juga memberikan bantuan berupa bibit garam berkualitas tinggi, pupuk, alat-alat produksi, bantuan modal kerja, fasilitas kredit usaha rakyat (KUR), asuransi usaha tani padi (AUTP), serta pelatihan dan bimbingan teknis kepada petambak garam. Selain itu, pemerintah juga memberlakukan tarif bea masuk impor garam sebesar 20 persen untuk melindungi petambak garam lokal dari persaingan dengan garam impor.
Industri garam memiliki prospek yang cerah di masa depan karena permintaan akan terus meningkat seiring dengan pertumbuhan penduduk dan perkembangan industri. Industri-industri yang membutuhkan bahan baku garam antara lain industri makanan dan minuman, industri kimia dasar (seperti soda api dan klorin), industri farmasi (seperti obat-obatan dan kosmetik), industri tekstil (seperti pewarnaan dan pencelupan), industri kertas (seperti pengawetan kayu), industri kulit (seperti penyamakan kulit), industri logam (seperti galvanisasi), dan industri energi (seperti pembangkit listrik tenaga nuklir).
Untuk memenuhi permintaan tersebut, Indonesia perlu meningkatkan produksi garam nasional dengan cara meningkatkan luas lahan garam, meningkatkan produktivitas lahan garam, meningkatkan kualitas garam rakyat, meningkatkan nilai tambah produk turunan garam rakyat (seperti iodium dan bromin), serta meningkatkan kerjasama antara pemerintah pusat dan daerah, antara BUMN dan swasta, serta antara petambak dan industri.